Kamis, 22 April 2010


[postlink]http://menthorzain.blogspot.com/2010/04/taman-wisata-ngembag-ponorogo.html[/postlink]
Salah Satu taman wisata Yang Ada Di Ponorogo potensial adalah Taman Wisata Ngembag. Taman Yang dekat kota menawarkan Berbagai Sarana Dan bermain Belajar.Selain dekat kota Ponorogo, Tiket masukpun terjangkau.

Tempat wisata Yang memiliki MISI "mengembangkan Potensi wisata Kabupaten Ponorogo Dan secara terencana terukur mengedepankan Artikel Baru Pelayanan Terpadu dan" memiliki Visi "Aktiva pajak tangguhan menjadi bidang Pariwisata Yang mampu menjaga amanah Dan terkait masih berlangsung profesional dalam program kerjanya".

Taman Wisata Ngembag Yang berlokasi Di Jl. Halim Perdana Kusuma Ronowoijayan Desa Kecamatan Siman Kabupaten Ponorogo tersebut sepenuhnya dikelola Oleh Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda Dan Olahraga Pemkab Ponorogo.

Fasilitas:
Kolam renang, tempat bermain, permainan Outbound (flying fox, jembatan burma, web laba-laba, dua baris tali, dll), gazebo, kereta mini, mandi bola, Anak pemancingan, perahu bebek, kebun Binatang, kantin / warung Makan, toilet, Parker lahan Yang memadahi, dll.
Kegiatan:
Acara outbound pelatihan, acara lomba Anak-anak, bakti sosial, studi banding, program agro dan Jaksa acara Konser musik ditambah Lainnya performant seni.
Tiket:
Anak-anak: Rp. 1.000, - / Anak
Dewasa: Rp. 2.000, - / Orang
Flying fox: Rp. 3.000, - untuk Artikel Anak-anak, Rp. 5.000, - untuk Artikel Dewasa
Burma jembatan: Rp. 1.000, -
Spider bersih & Dua Rope Line: Rp. 3.000, -
Kolam Renang: Rp. 3.000, -
Mandi bola: Rp. 1.000, -
Kereta mini: Rp. 2.000, -
Perahu bebek: Rp. 3.000, -

SELAMAT MENGUNJUNGI


Taman Wisata Ngembag Ponorogo

Minggu, 18 April 2010


[postlink]http://menthorzain.blogspot.com/2010/04/grebeg-suro-ponorogo.html[/postlink]
Grebeg Suro Kota Reog Ponorogo adalah sebuah acara rutin tahunan yang diadakan di alun-alun kota Ponorogo, sebuah kota yang berada sekitar 30 kilometer dari Madiun, arah Pacitan atau Wonogiri. Acara puncak Grebeg Suro adalah pada malam 1 Muharam pada penanggalan Hijriyah.

Ritual tahunan ini sudah ada sejak lama, bahkan ketika ibu saya masih anak-anak dan waktu itu masih tinggal di Ponorogo. Apa yang menarik dari acara Grebeg Suro di Ponorogo ini? Mulai dari siang hari, kota Ponorogo yang biasanya lumayan sepi menjadi sangat ramai sekali dengan kedatangan banyak tamu dari luar kota. Bahkan terkadang, mulai pukul 12:00 atau 14:00 sampai besok pagi, maka semua kendaraan dari luar kota sudah tidak diperkenankan untuk memasuki kota Ponorogo.

Untuk bisa masuk ke pusat kota atau alun-alun Ponorogo, maka biasanya perlu mencari beberapa jalur tikus sehingga nantinya akan dapat melewati beberapa penjagaan dan berhasil membawa kendaraan bermotor untuk dapat mencapai kota, setelah bisa masuk kota mau kemana-mana sudah bebas kecuali jika terjebak macet. Apakah mungkin kota sekecil Ponorogo juga mengalami kemacetan lalu lintas? tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, ketika ada acara Grebeg Suro maka hampir semua ruas jalan di Ponorogo menjadi penuh sesak dengan banyaknya orang berjalan kaki maupun kendaraan yang berlalu lalang, tanpa saya tahu tujuan mereka. Mungkin saja hanya untuk jalan-jalan menikmati macetnya kota.

Pada saat saya masih muda, hampir setiap tahun ketika acara Grebeg Suro berlangsung di Kota Reog Ponorogo, akan menyempatkan diri untuk pergi kesana sekedar untuk melaksanakan ritual ngopi dan “melekan” sambil melihat-lihat para pejalan kaki yang terus ada seperti sumber mata air yang tak pernah kering, bahkan sampai pagi menjelang. Alun-alun kota Ponorogo, sudah pasti penuh dengan lautan manusia, karena memang disitulah tempat dilaksanakannya puncak acara Grebeg Suro, dimana terdapat sebuah panggung yang akan dimeriahkan dengan banyak acara. Acara yang pasti ada dan paling meriah adalah adanya Festival Reog yang bukan hanya diikuti oleh peserta dari Ponorogo dan sekitarnya, tetapi ada juga peserta dari luar negeri. Bule pun ternyata ada yang bisa memainkan reyog.

Sebelum tahun 1990, orang berjalan kaki dari Madiun atau Wonogiri untuk berhasil mencapai alun-alun Ponorogo masih merupakan pemandangan yang sangat umum dan sangat tidak mengherankan. Tetapi sebagai generasi muda, saya rupanya tidak bisa melestarikan budaya jalan kaki tersebut dan lebih memilih untuk menggunakan kendaraan bermotor. Padahal saya juga pernah melakukan aksi jalan kaki yang tak kalah jauhnya yaitu ketika mengikuti Napak Tilas Pasukan Siliwangi mulai dari Sarangan sampai dengan Bendo, sebuah desa dibelakang Lanud Iswahyudi, Maospati.

Pada saat ada acara Grebeg Suro seperti ini, akan banyak muncul penjual kopi atau makanan kecil dadakan yang menggelar dagangan di halaman rumah mereka masing-masing, dan ini sangat membantu sekali bagi para tamu baik dari luar kota maupun warga Ponorogo sendiri yang ingin menikmati malam 1 Suro di Ponorogo karena kebanyakan warung yang ada di sekitar alun-alun sudah penuh sesak dengan konsumen. Walaupun akan lebih afdol jika “melekan” dilaksanakan di alun-alun Ponorogo sambil menikmati acara yang disajikan diatas panggung, diantaranya adalah Festival Reog, Musik dan akan ditutup dengan Pagelaran Wayang Wong atau Ketoprak, yang sudah sangat jarang bisa dinikmati secara langsung.

Bagi yang ingin menemukan gadis-gadis cantik sepanjang malam, kemungkinan itu juga sangat terbuka luas, karena pada acara Grebeg Suro Kota Reog Ponorogo, tidak ada yang tabu ketika ada seorang gadis keluar dari rumah sampai menjelang pagi. Tapi mohon untuk tidak berpikiran mesum atau pikiran negatif lain, ketika bertemu dengan gadis cantik Ponorogo, walaupun mereka keluar pada malam hari sampai menjelang pagi. Bahkan menurut ibu saya, pada saat Grebeg Suro, para gadis yang biasanya hanya ada didalam rumah ketika hari-hari biasa, pada saat ini akan diperbolehkan keluar untuk menikmati udara malam Ponorogo yang sangat meriah.

Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi seperti sekarang, dimana beragam informasi dapat disajikan secara luas melalui internet dan dengan sudah semakin murah koneksi internet, maka saya yakin bahwa Acara Grebeg Suro di Kota Reog Ponorogo akan semakin meriah dan akan mendatangkan banyak wisatawan yang ingin melihat seperti apa keramaian dan kemeriahan Ponorogo menjelang pergantian Tahun Hijriyah, dan juga keramahanan yang disajikan oleh masyarakat Ponorogo.


Grebeg Suro Ponorogo

Sabtu, 17 April 2010


[postlink]http://menthorzain.blogspot.com/2010/04/arti-reog-ponorogo.html[/postlink]Kesenian adalah salah satu cara seseorang memasyarakat dan ekspresi seseorang untuk berhubungan dengan orang lain. Ekspresi seseorang dalam seni pertunjukkan memerlukan hadirnya orang lain dalam aktivitasnya.

Dalam kesenian masyarakat sederhana di masa lampau, sebuah tarian atau perilaku teatral sering dilakukan tanpa perlu adanya penonton. Hal ini dilakukan dalam hubungan pengertian komunikasi suku terhadap arwah-arwah nenek moyangnya (Sumardjo, h. 3). Tetapi dalam masyarat yang telah “tercemar” dengan peradaban luar, fungsi seni pertunjukkan itu kadang masih hidup atau kadang fungsinya berubah dari religius ke sekular, hanya sekedar tontonan.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain, 1994:1160), reog dikenal sebagai salah satu kesenian tradisional masyarakat dan merupakan tarian yang menghibur. Di pulau Jawa, misalnya reog termasuk seni tradisional rakyat untuk hiburan; dilakukan dalam bentuk tarian. Sedangkan di daerah Sunda, reog dikenal sebagai salah satu seni hiburan biasanya dilakukan oleh 4 orang, ada pemimpinnya dan masing-masing menyandang gendang itu dipukul-pukul; sifatnya humor dan mengundang sindiran-sindiran terhadap masyarakat

Pengertian dari reog ini juga ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (Balai Pustaka, 1995 : 835). Reog adalah :

1. (jw) tarian tradisional dalam arena terbuka yang berfungsi sebagai hibura rakyat, mengandung unsur magis, penari utama adalah orang berkepala singa dengan hiasan bulu merak, ditambah beberapa penari bertopeng dan berkuda lumping yang semuanya laki-laki.
2. (sd) tontonan tradisional sebagai hiburan rakyat yang mengandung unsur humor-humor sindiran.

Latar Sejarah

Reog adalah sendratari tradisional yang berasal dan berkembang di kabupaten ponorogo, 28 km dari Madiun, Jawa Timur. Reog dapat segera dikenali dari irama gamelannya yang membangkitkan semangat, serta baunya yang menimbulkan rangsang & daya tarik. Biasanya pergelaran reog didukung oleh kekuatan mistik. Hal ini mengakibatkan pertunjukkannya kadang-kadang menyeramkan.

Tidak dapat dipastikan kapan reog ponorogo mulai ada. Namun kesenian rakyat ini dapat dikatakan sudah berusia tua karena disebut-sebut dalam prasasti kerajaan kanjuruhan (kini Malang) yang bertahun 760 M, yakni pada masa pemerintahan raja Gajayana. Kesenian ini juga tertulis dalam salahsatu prasasti kerajaan kediri dan jenggala yang bertahun 1045.

Ada beberapa versi legenda yang menyebutkan asal usul reog. Meski ada beberapa versi yang berlainan, ada satu kesamaan : reog merupakan sebuah tarian arakan cinta raja kerajaan wengker (kini Ponorogo) yang meminang putri kilisuci anak airlangga, raja kediri. Kisah ini diawali ketika prabu kelomo seandono, raja kerajaan wengker, jatuh cinta pada putri raja kediri. Kemudian ia mengutus senopati Bujang-Ganong beserta pasukan berkudaya ke kediri untuk meminang putri raja kediri. Di tengah perjalanan, utusan kerajaa wengker ini dihadang oleh pasukan merak dan harimau yang dipimpi Sungabarong, penguasa hutan ponorogo. Senopati Bujangganong beserta pasukkanya kalah dan kembali ke wengker. Akhisrnya, prabu kelono sewandono, raja wengker, memimpin sendiri pasukannya. Setelah singobarong kalah, ia bersedia membantu penguasa wengker meminang putri raja kediri. Diiringi tetabuhan, tari-tarian serta sorak-sorai kegembiraan para prajuritnya, melajulah prabu kelomo sewandono bersama singobarong menuju kediri untuk melamar putri kilisuci. Tetabuhan dan sorak sorai inilah yang kemudian berkembang menjadi musik pengiring reog.

Struktur Pertunjukannya

Kini reog biasa dimainkan dalam resepsi pernikahan, khitanan, atau juga untuk menyambut tamu agung. Kadang-kadang reog juga dimainkan pada perayaan-perayaan lain, misalnya pasar malam, taman hiburan, setiap minggu juga mempergelarkan reog. Perangkat musik reog sederhana. Irama melodi anehnya berasal dari bunyi terompet khusus yang disebut salompret bernada pelog diiringi rampak ketipung, kendang, ketuk, kenong, gong serta angklung yang bernada slendro. Nada-nada sumbang yang dihasilkan, yang merupakan panduan antara laras slendro dan pelog, menghasilkan suasanan mistik, aneh, sekaligus mempesona. Iramanya yang dinamis dan bergelora sangat mudah mengundang penonton untuk berkumpul.

Pakaian pemain reog serba hitam dengan ikat kepala yang disebut udeng. Bajunya berwarna hitam, longgar, tidak bercorak dan dipakai tanpa mengaitkan kancingnya sehingga dada pemakainya tampak jelas. Celananya yang sangat longgar juga berwarna hitam : panjangnya hanya sampai di bawah lutut. Celana ini dilengkapi ikat pinggang (koloran) berwarna putih.

Dalam iring-iringan pertunjukan, reog ponorogo biasanya terbagi dalam beberapa kelompok. Kekuatan pertunjukannya terletak pada pembagian kelompok yang masing-masing memilki fungsi sendiri tetapi saling melengkapi.

Kelompok pertama adalah kelompok pengawal atau kelompok pembuka, kelompok dengan sikap garang dan angkuh yang terdiri atas 3 sampai 4 orang bercelana panjang longgar hitam dengan kaus bergaris merah hitam;

Kelompok pendamping bertugas mengamankan situasi dan biasanya berada di sisi kanan kiri rombongan; Kelompok penari terdiri atas pemain barongan, pemain topeng, penari kuda kepang, serta penari dan pemain cadangan;

Kelompok pemukul gamelan yang lazimnya berada di belakang para penari terdiri atas peniup terompet, pemukul gendong dan gong, pemusik angklung, pemukul, ketuk kenong, pemukul ketipung serta 2 orang pemikul dan pemukul kempul; dan kelompok penggiring yang merupakan kelompok terbesar biasanya berada paling belakang untuk ikut menari, menyanyi dan bersorak sorai menghidupkan suasana. Ada 3 pelengkap utama yang biasanya menyertai pertunjukan reog yakni :

1. Barongan yang melambangkan harimau dan dhadhak merak yang melambangkan burung merak,

2. Topeng serta

3. Kuda kepang yang melambangkan binatang piaraan tunggangan manusia.

Ketiganya melambangkan karakter yang berbeda. Barongan dan dhadhak merak, yang selalu berpasangan sangat tenang, berwibawa meskipun angkuh. Singa bermahkota merak yang merupakan pasangan harimau dan merak menjadi ciri khas reog. Topeng yang selalu dikenakan bujangganong yang pandai berakrobat menimbulkan kesan lucu dengan geraknya yang lincah. Namun bila kuda kepang mulai beraksi, pertunjukan mulai menyeramkan karena unsur magisnya meskipun gaya kuda kepang ini cukup lunak dengan mimik mempesona yang memikat penonton. Sebagai sosok satria berkuda, penunggang kuda kepangnya diperankan oleh seorang anak laki-laki beraut manis yang disebut jatilan.

Dalam reog walaupun melambangkan sifat dan lakon yang berbeda – barongan dan dhadhak merak yang tingginya mencapai 3 meter dalam wujudnya adalah satu. Keduanya berwujud kepala harimau dengan mahkota ekor merak yang bobotnya mencapai 70 kg ini lazimnya dipakai di kepala pemain dengan cara digigit. Tetapi dalam permainan kucing tikus untuk mengurangi bobotnya, ekor merak yang sangat lebar ini dilepas sehingga gerakan barongan menjadi lebih lincah. Topeng menjadi tikus, sedangkan barongan adalah kucingnya.

Reog ponorogo memiliki 3 wujud topeng, yakni topeng hewan, topeng manusia dan topeng raksasa. Topeng barongan adalah topeng hewan, sedangkan topeng bujangganong, topeng berwujud raksasa dengan dahi mengganong (menjorok) adalah topeng raksasa. Warna topeng raksasa ini merah tua atau hitam, matanya melotot, rambutnya panjang ke depan, serta hidungnya besar dan panjang. Yang merupakan topeng manusia adalah topeng kelono. Topeng berambut panjang ini memerankan prabu kelono sewandono.

Gerak kuda kepang sangat lincah. Jatilan, penunggang kuda kepang adalah anak laki-laki, biasanya berwajah manis dan harus belum menikah. Dalam sendratari rakyat ini terdapat hubungan erat yang aneh antara pemborong (pemain barongan) dan jatilan (pemain kuda kepang yang disebut juga gemblak). Hubungan mereka mirip hubungan laki-laki dan wanita. Pemain barongan biasanya sangat kekar, kuat dan menguasai para gemblak. Dahulu tak jarang terjadi pertarungan antara satuan reog untuk memperebutkan gemblak. Karena itu jatilan biasanya selalu mendapat perlindungan khusus. Dalam iring-iringan reog, jatilan selalu berada di barisan paling depan.

Jatilan sudah amat tua usianya. Mungkin sudah ada sejak zaman prasejarah Indonesia. Upacara pemujaan kuda (totemisme) ini dahulu dilakukan oleh hanya dua orang saja yang menunggang kuda-kudaan dari anyaman bambu. Penunggang kuda dibuat kesurupan atau in trance sehingga berlaku sebagai kuda, yakni dicambuki, diberi makan rumput, makan padi dan daun-daunan lain kegemaran seekor kuda. Dengus si penari pun seperti kuda.

Penafsiran Reog Ponorogo

Reog berupa tokoh binatang mitologi yang digambarkan berkepala singa dan bermahkota gunungan. Tokoh binatang mitologi ini bisa diurut dari masyarakat mesolitik. Seni teater yang mula-mula berupa seni ekspresi-komunikasi masyarakat mesolitik yang berburu dan semi masyarakat neolitik yang agraris. Sisa-sisa terbesar dari masyarakat mesolitik (berburu sebagai mata pencaharian hidup yang utama) selalu menghadapi tantangan-tantangan hidup yang spesifik berburu binatang, ikan, ubi-ubian dan lain-lain, di samping juga perebutan antar kelompok dalam memperebutkan wilayah perburuan serta menghadapi bahaya-bahaya alam dan wabah penyakit. Obsesi hidup masyarakat demikian itu tertuju pada kesulitan-kesulitan perburuannya, sehingga idiom-idiom teater mereka juga tidak jauh dari perilaku sehari-hari yang berburu di hutan atau nelayan di pantai. Seni pertunjukkan mereka yang didasari oleh obsesi religius terhadap tantangan kehidupan mereka akan menunjukkan ciri-ciri khas yang bersumber dari kehidupan yang mereka kenal. Tidak mengherankan apabila seni tari mereka menunjukkan imitasi tingkah binatang, binatang air atau gerak alam yang buas.

Dalam sendratari rakyat ini terdapat hubungan erat yang aneh antara pemborong (pemain barongan) dan jatilan (pemain kuda kepang yang disebut juga gemblak). Hubungan mereka mirip hubungan laki-laki dan wanita. Pola yang ada dalam sendratari in adalah pola dua, pasangan-pasangan oposisi substansial lebih menekankan “pertentangan” dari pada “komplementer”, meskipun disadari makna saling melengkapi.

Upacara pemujaan kuda (totemisme), penunggang kuda dibuat kesurupan atau in trance sehingga berlaku sebagai kuda, yakni dicambuki, diberi makan rumput, makan padi dan daun-daunan lain kegemaran seekor kuda. Dengus si penari pun seperti kuda. Hadirnya roh (non material) dalam material, jiwa dalam badan jatilan merupakan simbol paradoks. Yang paradoks itu berupa bersatunya dua unsur yang saling bertentangan. Semua kehadiran dualistik ini saling membelakangi atau berhadapan hadir dalam satu kesatuan. Yang disebut “ada” itu paradoksal.

Kesenian teater tradisional, termasuk reog pada masyarakat religi asli difungsikan sebagai :

1. pemanggil kekuatan gaib
2. menjemput roh-roh pelindung untuk hadir di tempat terselenggaranya pertunjukkan
3. memanggil roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat
4. peringatan pada nenek moyang dengan mempertontonkan kegagahan maupun
kepahlawannya
5. pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkat-tingkat hidup seseorang
6. pelengkap upacara untuk saat-saat tertentu dalam siklus waktu

Fungsi-fungsi ini beberapa diantaranya masih akan terus hidup tetapi bila reog ini difungsikan diluar upacara, semuanya hanya mempunyai nilai profan saja.

Tarian dalam upacara ini dilakukan sebagai wujud partisipasi dalam aturan kosmos itu sehingga hidupnya menjadi otentik dan bernilai. Untuk mengungkapkan kepercayaan itu, manusia memakai lambang-lambang dan tanda, berupa mitos dan ritus. Mitos berupa cerita yang menafsirkan makna hidup berdasarkan kejadian purba (asal usul masyarakat atau padi memberikan petunjuk bagaimana manusia harus berkelakuan sesuai dengan kosmos). Sedang ritus adalah kelakuan simbolik yang mengkonsolidasikan atau memulihkan tata alam dan menempatkan manusia dalam tata alam tersebut. Ritus ini punya banyak bentuk, seperti menceritakan kembali mitos asal, mementaskan kembali cerita mitos, upacara, selametan, korban dan sebagainya.
Kadang manusia modern mencampuradukkan saja mana yang harus dan mana yang tabu. Pola-pola seni seenaknya digunakan bagi keperluan modern, hanya demi estetika belaka. Orang sudah tidak tahu “apa yang harus” dan “apa yang tidak boleh”.


Arti Reog Ponorogo


[postlink]http://menthorzain.blogspot.com/2010/04/objek-wisata-telaga-ngebel.html[/postlink]Objek wisata Telaga Ngebel ini terletak 24 km ke arah timur laut menuju Ponorogo dari arah utara. Kawasan ini memiliki panorama menarik. Berada di lereng Gunung Wilis dengan ketinggian 734 meter dpl, udara terasa sejuk. Suhu rata-rata 22-23 derajat Celcius. Ditambah dengan uap air yang menyegarkan suasana, orang akan betah berlama-lama di sini.

Menuju Telaga Ngebel tidak sulit. Kendaraan umum siap mengantar dari Terminal Ponorogo aau Sub Terminal Jenangan, Ponorogo. Perjalanan dari Ponorogo makan waktu 45 menit. Jika dari Madiun hampir 1 jam tanpa menyentuh kota reog ini. Begitu lepas dari Madiun bisa melalui Mlilir atau Dolopo. Yang disebut terakhir ini adalah daerah surga durian dengan harga murah karena langsung mengambil dari kebun.

Seperti daerah pegunungan lain, sepanjang perjalanan terhampar pepohonan dan pemandangan menyejukkan mata. Dari kejauhan pantulan air telaga tampak berkilauan.
Telaga dengan luas permukaan 1,5 km dan dikelilingi jalan sepanjang 5 km ini menjadi sumber ikan bagi penduduk setempat. Keramba dipasang berderet-deret di telaga. Setiap pagi dan sore, para pemilik keramba sibuk memberi makan ikan. Jumlah keramba yang terhampar di sini sekitar 900 yang dikelola 12 kelompok. Ikan yang ditanam adalah nila, wader, dan mujair.
Bagi yang tidak memiliki keramba, telaga ini menjadi tempat memancing yang menyenangkan. Aktivitas memancing banyak dilakukan sore hari. Biasanya mereka duduk di tepi telaga berlama-lama sambil menunggu kail-kail yang dipasang dimakan ikan.
Lihat Keramba dari Dekat
Mengitari telaga lewat jalan darat yang ada di sekeliling telaga cukup menyenangkan. Tetapi cobalah berkeliling dengan bus air. Ada dua bus air dengan kapasitas 20 penumpang yang siap mengantar mengelilingi telaga, melihat keramba dari dekat. Tarif naik bus air relatif murah. Dengan Rp 5.000 per orang, pengunjung bisa berkeliling menyusuri keluasan danau selama 30 menit.
Gandi, 47, pengemudi bus air di Telaga Ngebel menjelaskan, untuk memberangkatkan perahu yang disupirinya ada syarat khusus. Jika jumlah penumpang di di bawah sepuluh orang, maka bus air belum diberangkatkan. Jika penumpang tak sampai sepuluh orang, pendapatannya terlalu kecil.
"Boleh di bawah sepuluh orang, tetapi penumpang harus membayar lebih. Sekali jalan, minimal Rp 50.000 ribu," kata Gandi.
Yang tak ingin segera beranjak dari telaga dan ingin menikmati malam di tepi telaga, pengunjung bisa menghabiskan malam di penginapan. Memang hotel atau penginapan belum sebanyak di Telaga Sarangan tetapi cukup menyenangkan jika membawa keluarga menginap. Salah satu penginapan yang dekat dengan telaga adalah Pesanggrahan Songgolangit. Penginapan milik Pemkab Ponorogo dan memiliki sepuluh kamar ini disewakan Rp 45.000 - Rp 75.000 per malam.
Setiap akhir pekan jumlah pengunjung mencapai 2.500. Ini jumlah yang rendahh dalam perhitungan Pemkab Ponorogo melalui Dinas Pariwisata dan Seni.
"Kami terus berkampanye untuk mengembangkan wisata Telaga Ngebel. Imej saat ini, Telaga Ngebel angker, padahal tidak. Kami juga melibatkan 40 pamuda desa di dekat telaga untuk menjadi pemandu wisata," kata Suhardjiman Darwanto, Kepala Seksi Rekreasi Dinas Pariwisata dan Seni Ponorogo.
Selain itu, saat hari-hari libur nasional, di Telaga Ngebel diadakan panggung terbuka. Harapannya, dengan adanya panggung terbuka, maka jumlah pengunjung meningkat.

Nikmatnya Nila Bakar
Di sekitar telaga ini ada lima warung yang menjajakan ikan bakar. Yang membuat nikmat, ikan yang dibakar adalah ikan tangkapan dari telaga. Mereka baru membakar ikan jika ada yang memesan. Pengunjung boleh memilih ikan yang dikehendaki. Sambil menunggu ikan dibakar pengunjung bisa duduk mencangkung menikmati hembusan angin di telaga. Bau masakanan ikan bakar menusuk hidung dari dapur pun mengundang perut yang lapar. Sekitar sepuluh menit kemudian, hidangan ikan nila bakar pun tersaji lengkap dengan sambal dan lalapan plus nasi. Tak ada yang mengalahkan rasa nikmat makan di alam terbuka dengan seporsi ikan bakar segar. Harga yang dipasang pun tidak mahal. Satu prosi nila bakar Rp 5.000. "Bumbu ikan bakar, ya seperti memasak ikan bakar umumnya. Namun, kami memiliki resep khusus supaya rasanya lebih lezat," tutur Ny Ani, salah satu pemilik warung ikan bakar di tepi Telaga Ngebel yang terkenal karena ikan bakarnya gurih dan sambalnya pas di lidah.

Terkenal Duriannya
Berkunjung ke Telaga Ngebel, rasanya tidak cukup hanya menikmati keindahan alam dan sajian ikan bakar nila. Telaga Ngebel memiliki potensi pertanian dan perkebunan sebagai penghasil buah-buahan. Di sini bisa dijumpai durian, manggis, dan pundung. Buah-buahan itu bisa dijumpai saat musim penghujan atau sekitar bulan Desember hingga Maret. Begitu musim buah datang, pengunjung dari luar kota biasanya memadati jalanan tempat durian, manggis, dan pundung dijajakan. Harganya yang cukup murah membuat pengunjung selalu kembali saat musim buah. Durian, misalnya. Buah ukuran besar bbisa dinikmati dengan harga Rp 4.000 - Rp 5.000. Padahal, jika durian Ngebel itu sudah dibawa turun dan dijajakan di tepi Jalan Ponorogo-Madiun, harganya bisa mencapai dua kali lipat.
"Ngebel memang terkenal dengan durian. Selain murah, durian Ngebel itu enak dan isinya tebal-tebal," sebut Ny Wiwik memuji durian Ngebel.
Saat musim durian, petani di kawasan Telaga Ngebel bisa tersenyum lebih lebar. Hampir setiap petani memiliki pohon durian di kebunnya. Ini bisa mendongkrak penghasilan keluarga.


Objek Wisata Telaga Ngebel

 

Bottom 1

Bottom 2

Bottom 3